- Ketika saya masih tinggal di Filipina, orang tua saya sering membawa saya dan saudara-saudara saya yang lain ke rumah di pedesaan. Biasanya kami sangat senang ke sana, karena itu artinya awal liburan musim panas. Artinya, kita jauh dari kota, jauh dari sekolah. Lebih enaknya lagi, sebagian besar dari sepupu-sepupu saya yang lain akan berkumpul, sehingga tidak ubahnya menjadi sebuah reuni keluarga.
Kami bisa dibilang memiliki sebuah rumah di sana; Itu adalah rumah leluhur kami, milik kakek-nenek buyut kami. Tetapi bukan kisah liburan menyenangkan yang akan saya bawakan, melainkan kisah, yang mungki disebut “aneh.”
Pada waktu itu, mungkin di pertengahan 90-an. Kebetulan tidak semua sepupu saya datang berlibur. Jadi hanya ada beberapa dari kami. Saat itu musim hujan. Hampir setiap hari selalu turun hujan. Oleh karena itu, kami hanya berada di dalam rumah tidak bermain di luar. Anak-anak Filipina yang dibesarkan di tahun 90-an, pasti tahu betul kalau hujan badai pasti mati lampu.
Jadi seperti yang kita semua harapkan, ketika mati lampu terjadi, kami bergegas untuk menyalakan lilin dan lampu minyak untuk menerangi ruangan. Dan hal ini akan selalu berubah menjadi kesempatan untuk mulai berbagi cerita hantu.
Sata itu saya selalu menjadi gadis penakut. Sedikit kedipan atau suara mencicit bisa membuat takut setengah mati. Sepupu saya paling senang menakut-nakuti saya. Cerita-cerita mereka begitu mengerikan sampai seperti betul-betul nyata. Nah, untuk malam ini, saya meminta agar mereka tidak membuat cerita yang terlalu seram, karena nanti aku tidak bisa pergi ke kamar kecil tanpa ditemani.
Mereka tertawa tapi setuju. Jadi kami memutuskan untuk memulai sesi bercerita kami. Kakak sepupu saya yang tertua benar-benar seorang pencerita handal. Ia benar-benar tahu bagaimana membangun suasana yang tepat dan dia benar-benar bisa membuat kami semua berteriak dan lari ke orang tua kami. Ia bisa sengaja menunggu kesempatan yang tepat, kadang-kadang tidak mengatakan sepatah kata pun sampai hening mencekam, memanfaatkan suara jangkrik, anjing menggonggong dari jauh, pohon bergemirisik dalam kegelapan malam yang kadang-kadang aku bertanya-tanya apakah itu itu semua kebetulan atau dia benar-benar mampu mengendalikan hal-hal seperti ini?
Seperti hujan mulai mereda, perlahan-lahan sampai tidak terdengar lagi tetesan air, sepupu saya memulai kisah pertamanya.
Cerita ini mengenai seorang wanita muda yang hendak menikah. Kebetulan dia penduduk kota kami (Barrio). Waktu itu masih merupakan masa-masa kependudukan Spanyol. Wanita ini merupakan wanita paling cantik di kota. Banyak laki-laki dari kota-kota tetangga dan bahkan provinsi sebelah sengaja datang mengunjunginya untuk pendekatan dan bahkan mungkin ingin memenangkan hatinya.
Dia adalah sosok yang menyenangkan. Tidak pernah berpaling ke pelamarnya. Dia bahkan mau menemui semua pelamar selama ini dan ini hanya membantu membuat dia semakin terkenal. Sampai suatu hari, seorang pria muncul di rumahnya. Pria itu adalah petani kota lokal yang hampir sebaya dengannya. Pria itu sederhana dan rendah hati, seorang pekerja keras dan taat agama. Wanita itu segera menyukai pria tersebut.
Hal ini melukai semua pelamarnya. Salah satu pelamar kebetulan adalah pemilik perkebunan Spanyol yang memiliki kekuasaan dan memiliki relasi di gereja mapun tentara Spanyol. Mereka berkonspirasi untuk menyingkirkan sang petani. Mereka menculik sang petani, menariknya ke salah satu danau dan menembak kepalanya dari bagian belakang dan membiarkan dia mengambang di danau.
Mengetahui hal itu, sang wanita sangat patah hati dan bermaksud menenggelamkan dirinya ke danau yang sama, danau yang kebetulan tidak jauh dari tempat rumah leluhur kami itu.
Membuat situasi semakin buruk, sebelum bunuh diri, sang wanita dikatakan telah mengutuk untuk “tidak pernah membawa kedamaian” atas kehidupan keturunan dua pria Spanyol yang bertanggung jawab atas pembunuhan petani itu.
Sepupu saya tiba-tiba mengatakan “Hari ini adalah hari dia meninggal 300 tahun yang lalu. Dan jika kalian semua tidak tahu. Kita memiliki darah Spanyol dalam diri kita … Dan kita tinggal dekat dengan danau ini … Coba pikirkan.”
Cerita itu membuat saya merinding setengah mati. Tapi sekali lagi, saya pikir, itu hanya cerita. Setelah selesai cerita itu, sepupu saya yang lain memutuskan untuk pergi ambil air minum. Tinggal saya bersama satu sepupu duduk di situ.
Di dalam kegelapan ruang yang hanya diterangi oleh satu lilin aku melihat seseorang muncul dari kiri mendekati saya, saya menyipitkan mata dan aku melihat ibuku mengenakan gaun tidurnya dan duduk tidak jauh dari tempat aku duduk.
Salah satu sepupu saya yang lain merasa haus juga, jadi dia bangkit dan pergi ke dapur. Di ruang tamu hanya tersisa aku dan ibuku. Ibuku kemudian berkata dia ingin pergi ke luar karena di dalam panas. Percaya atau tidak, bahkan setelah hujan deras nan panjang, di Filipina, suhu di rumah tetap bisa mencapai 30 derajat Celcius.
Saya berpikir bahwa itu ide yang bagus karena aku juga merasa agak panas. Teras hanya berada di luar. Karena kursi di luar basah, jadi aku tahu ibuku tidak akan duduk di sana. Jadi kita hanya berdiri di luar sana menikmati angin sejuk segar.
Di dalam, aku bisa mendengar semua sepupu saya telah kembali dari dapur dan mereka semua memanggil saya. Salah satu dari mereka bertanya di mana aku berada dan aku berteriak kembali bahwa aku di luar di teras dan mereka mulai memanggil saya untuk masuk ke dalam.
Ibuku kemudian melihat di tepi danau, setelah mendengar tentang cerita, aku bertanya pada ibuku apakah cerita mengenai wanita itu benar. Saya terkejut ketika ia mengangguk. Aku berpikir ibuku tidak mungkin percaya pada cerita-cerita macam itu.
Dia tiba-tiba mulai berjalan menuju ke arah kebun keluarga kami. Anehnya dia menuju arah ke danau itu. Kebetulan saat itu bunga-bunga bermekaran penuh, terutama setelah hujan akhir-akhir ini. Saya ingin melihat mawar-mawar merah yang indah itu jadi saya pun ikut berjalan ke kebun.
Kemudian ibuku melirik kepalanya ke belakang dan aku melihat sekilas sisi wajahnya yang akan selamanya akan terukir dalam ingatanku…
Matanya putih kosong dan mulutnya membentang ke daun telinga!!!
Entah sudah berapa lama aku diam terpaku, ketika aku tiba-tiba sadar dan mendengar teriakan sepupu saya yang histeris “KRISTY! BILIS!!” yang maksudnya “KRISTY! CEPAT!!”.
Tanpa aku memahami itu semua saya secara insting mulai berlari ke arah mereka dan aku mulai menangis ketika aku sadar bahwa aku telah berjalan keluar dari batas-batas rumah kami dan sudah setengah jalan menuju danau. Dan lebih buruknya lagi saya sedang diikuti oleh apa yang tampaknya menjadi gaun putih mengambang dan saya tidak repot-repot untuk berpikir siapa atau apa itu!!
Aku terus berlari menuju sepupu saya dari dalam rumah yang mengintip keluar melalui jendela. Salah satu sepupu saya sambil menangis berteriak, menyuruhku bergegas dan jangan pernah melihat ke belakang.
Ketika aku sampai di dalam pintu gerbang, akhirnya aku punya perasaan bahwa aku tidak dikejar-kejar lagi. Anjing bibi saya tiba-tiba memamerkan gigi mereka menggeram kepada siapa atau apa pun yang ada di belakang saya. Sebagai keluarga religius, gerbang rumah juga dihiasi dengan salib.
Dan pada saat aku masuk ke dalam, kita semua mendengar tertawa jahat yang paling seram yang pernah saya bayangkan. Bahkan suara tertawa itu tiba-tiba terngiang di kepala saya ketika saya menulis cerita ini (bukan sesuatu yang kamu ingin dengar, percayalah). Aku terus menangis sementara semua sepupu saya yang lain datang kepada saya, kembali meyakinkan aku sudah aman sekarang.
Itu seperti cerita yang tak terlupakan bahwa setiap kali saya ingat acara tersebut, saya tidak bisa tidak bertanya-tanya “Apa yang akan terjadi jika saya tidak mendengar sepupu saya berteriak?”
Sumber