Kamis, 16 April 2020

Norma dan Kebiasaan Antardaerah di Indonesia

Tiap daerah memiliki corak dan budaya masing-masing yang menjadi ciri khas masyarakat tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari, misalnya upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, dan tradisi lainnya. Kebudayaan daerah adalah kebudayaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat suatu daerah. Pada umumnya, kebudayaan daerah merupakan budaya asli dan telah lama ada serta diwariskan turun-temurun kepada generasi berikutnya. Kebudayaan kita sekarang ini sebenarnya merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan masa lampau.

Berikut disajikan beberapa contoh adat istiadat yang masih dilaksanakan dan dilestarikan di beberapa daerah di Indonesia.
  1. Suku Toraja. Tana Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“ untuk beberapa waktu. Jangka waktu peletakan ini bisa lebih dari 10 tahun sampai keluarganya memiliki cukup uang untuk melaksanakan upacara yang pantas bagi si mayat. Setelah upacara, mayatnya dibawa ke peristirahatan terakhir di dalam Goa atau dinding gunung.
  2. Pembakaran Jenazah di Bali.  Ngaben adalah upacara pembakaran mayat, khususnya oleh mereka yang beragama Hindu. Agama Hindu merupakan agama mayoritas di Pulau Bali. Di dalam “Panca Yadnya”, upacara ini termasuk dalam “Pitra Yadnya”, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur.
  3. Sejak abad ke 17, Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping/daun telinga,
  4. Kampung Adat Naga. Masyarakat Kampung Naga mewujudkan nilai budaya melalui berbagai aspek kehidupan seperti dalam sistem religi, sistem pengetahuan, sistem ekonomi, sistem teknologi, dan sistem kemasyarakatan yang semuanya terangkum ke dalam sistem budaya masyarakat Kampung Naga.
  5. Suku Bugis. Suku Bugis atau to Ugi adalah salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau Sulawesi bagian selatan. Namun dalam perkembangannya, saat ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh Nusantara. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang– orang Bugis umumnya adalah nelayan dan pedagang.
Tiap daerah memiliki corak dan budaya masing Norma dan Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
Norma dalam Antardaerah di Indonesia
NoAspek InformasiUraian
1.Cara berbicara
  1. Suku sunda berbicara dengan bahasa sunda, biasanya orang sunda dalam melafalkan kata-kata mayoritas tidak dapat membedakan pengucapan F dan V dan merubahnya dengan huruf P. 
  2. Suku jawa berbicara dengan bahasa jawa. Ketika berbicara mereka menggunakan bahasa Ngoko untuk orang yang umurnya sama atau dibawahnya, sedangkan bahasa Krama untuk orang yang lebih tua.
  3. Suku Madura berbicara dengan bahasa Madura dan biasanya mereka dikenal dengan gaya bicara yang blak-blakan.
  4. Suku batak berbicara dengan bahasa batak. Orang Batak pada umumnya (kebanyakan), kalau berbicara pasti dengan volume suara yang keras, 
  5. Suku Sasak berbicara menggunakan bahasa Sasak. Kosa kata yang paling dihindari penggunaannya dalam percakapan dengan orang Sasak adalah kata kamu “ ente” untuk laki-laki dan “kemu” untuk wanita. Kata kamu sebagai kata yang kasar dan dipakai untuk menyatakan kemarahan atau merendahkan lawan bicara. Untuk mengungkapkan kata kamu kepada orang yang dihormati karena status sosialnya maupun karena usianya yang lebih tua, digunakan kata pelinggih atau pelungguh.
2.Cara bertamu
  1. Suku sasak ketika bertamu mengucapkan salam.dan baru mengetuk pintu. Perlu diperhatikan bahwa jika memasuki rumah untuk bertamu, secara umum berlaku tradisi melepas alas kaki, sepatu ataupun sandal. Kecuali jika tuan rumah terus menerus melarang melepas alas kaki, jika tamu mau, dapat juga tidak melepasnya.
  2. Suku sunda mengikuti tata tertib suku sunda
  3. Suku batak mengucapkan ketika bertemu Horas. Bila seorang tamu datang kerumah bertamu , merupakan kehormatan bagi orang tapanuli untuk memberikan makan kepada tamunya. Apa yang ada di dapur si penerima tamu akan dikeluarkan semua sebagai cara menghormati tamu tersebut . 
  4. Suku jawa kalau bertemu mengetuk pintu serta mengucapkan kulanuwun. Saat bertamu dan diberi suguhan hidangan, karakter utama orang Jawa adalah menunggu untuk dipersilahan sebelum mencicipi.
  5. Adat bertamu suku bali kuta (penduduk asli yang tinggal di Bali, dulu dikenal sebagai Bali Aga) cenderung menyilahkaan tamunya untuk langsung berbicara pada intinya dan apabila sudah selesai kepentingannya, pertemuan selesai.  Adat bertamu suku bali majapahit, karena meeka ini sebenanrnya adalah para pendatang dari majapahit, pulau jawa, mereka menggunakan bahasa yang halus dan juga menggunakan suba sita sebagai sarana memperhalus suasana dalam bertamu atau bertemu degan orag baru.
3.Cara makan
  1. Suku sunda kebanyakan suku sunda makan dengan tangan dan membaur dengan alam.  Orang Sunda biasanya makan dengan tangan tanpa menggunakan sendok dan garpu. Makan Selalu ada lalapan (Daun-daun muda). Budaya ngaliwet, makan bersama di tas daun pisang
  2. Suku dayak makan dengan beralas daun pisang. Peralatan makan kuno orang dayak juga sangat sederhana sendok untuk mengambil makanan terbuat dari labu kecil atau senduk bangu (senduk yang terbuat dari tempurung kelapa). Sedangkan cara makan orang dayak dengan menggunakan tangan, untuk makan yang berkuah (juhu) setelah nasi habis sisa kuah tersebut diseruput langsung dari piringnya.
  3. Makanan khas suku Papua adalah Papeda yang dimakan bersama kuah ikan kuning. Cara mengambil Papeda menggunakan sumpit yang dipegang oleh kedua tangan, diputar dengan cepat sehingga menyerupai gulungan, terputus dari Papeda yang ada dimangkok, kemudian dituang dalam piring, serta diberi kuah ikan kuning. Bagi orang yang sudah terbiasa, cara memakannya sebagaimana orang memakan bubur ayam, bisa langsung diseruput.
  4. Pada suku Bugis ketika makan orang yang lebih tua disajikan makanan dan minuman terlebih dahulu. Kalau orang yang lebih tua tiba-tiba menambahkan makanan pada piring orang yang lebih muda maka ini harus dihabiskan, tidak habis berarti kurang sopan.
4.Cara beribadah
  1. Penganut Agama Kaharingan sebagai agama leluhur Suku Dayak melaksanakan ibadah Basarah. Basarah yang diartikan “menyerahkan segala kepasrahan kita kepada Tuhan Ranying Hatalla”.  Mereka membaca Talatah Basarah (penuntun persembahyangan) yang terdiri atas Kandayu: nyanyian suci umat kaharingan yang dinyanyikan secara bersama dipimpin oleh seorang imam, Dolok yang berdiri di altar yang berlanjut memberikan siraman rohani. Persembahyangan ditutup dengan doa penutup Parawei Kahapus Basarah dengan menutup mata dan menyalipkan kedua tangan. 
  2. Mayoritas suku Bali menganut kepercayaan Hindu Siwa-Buddha, salah satu denominasi agama Hindu. Suku Bali Hindu percaya adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu: Brahmana : menciptakan; Wisnu : yang memelihara, dan Siwa : yang merusak. Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut: Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan. Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat, dan Sanggah: khusus untuk leluhur.
  3. Suku Asmat meyakini bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan yaitu : Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya, Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu, dan Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol. Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini : Mbismbu (pembuat tiang), Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew), Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung), Yamasy pokumbu (upacara perisai), dan Mbipokumbu (Upacara Topeng).
  4. Suku Jawa dan Sunda sebagian besar beragama Islam sehingga cara ibadah mereka sama yaitu dengan melaksanakan Shallat lima waktu.
  5. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak, namun terdapat pengaruh agama Kristen, Katolik, dan juga pengaruh agama Islam. Parmalim melaksanakan upacara (ritual) Patik Ni Ugamo Malim untuk mengetahui kesalahan dan dosa, serta memohon ampun dari Tuhan Yang Maha Esa yang diikuti dengan bergiat melaksanakan kebaikan dan penghayatan semua aturan Ugamo Malim.
5.Upacara adat
  1. Tana Toraja memiliki kekhasan dan keunikan dalam tradisi upacara pemakaman yang biasa disebut “Rambu Tuka”. Di Tana Toraja mayat tidak di kubur melainkan diletakan di “Tongkonan“ untuk beberapa waktu.  Peti mati yang digunakan dalam pemakaman dipahat menyerupai hewan (Erong). Adat masyarakat Toraja antara lain, menyimpan jenazah pada tebing/liang gua, atau dibuatkan sebuah rumah (Pa’tane).
  2. Salah satu upacara adat suku Bali adalah Ngaben.  Makna upacara Ngaben pada intinya adalah, untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, dan Idep. Setelah meninggal Bayu, Sabda, dan Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, dan Siwa.
  3. Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaan tubuh melalui tindik di daun telinga. Tak sembarangan orang bisa menindik diri hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik di kuping, sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping. Menurut mereka pelebaran lubang daun telinga semakin cantik, dan semakin tinggi status sosialnya di masyarakat.
  4. Suku Tengger memiliki upacara adat Kasadha. Hari Raya Yadya Kasada adalah sebuah hari upacara sesembahan berupa persembahan sesajen kepada Sang Hyang Widhi. Sebagai pemeluk agama Hindu, Suku Tengger tidak seperti pemeluk agama Hindu pada umumnya, memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan, namun bila melakukan peribadatan bertempat di punden, danyang dan poten.
  5. Suku Sunda memiliki upacara adat Seren Taun. Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara. Beberapa desa adat Sunda yang menggelar Seren Taun tiap tahunnya adalah: Desa Cigugur, Kabupaten Kuningan, Kasepuhan Banten Kidul, Desa Ciptagelar, Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Desa adat Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, dan Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya

Kebiasaan Antardaerah di Indonesia
NoAspek InformasiUraian
1.Tata Cara Membagi
Waris
Kebiasaan pembagian harta warisan ini tergantung pada keadaan orang Jawa itu sendiri.. Berdasarkan hukum adat Jawa dikenal istilah sapikul sagèndhongan berarti satu pikul satu gendongan. Laki-laki mendapat bagian warisan dua (sapikul) berbanding satu (sagèndhongan) dengan perempuan. Seperti halnya laki-laki yang memikul, ia membawa dua keranjang dalam pikulannya, yakni satu keranjang di depan dan satu keranjang lagi di belakang. Sementara perempuan hanya membawa satu keranjang yang ia letakkan di punggungnya, atau yang biasa disebut digendong.
2.Hukum KeluargaMenurut hukum adat di Jawa yang bersifat parental, kewajiban untuk membiayai penghidupan dan pendidikan seorang anak yang belum dewasa, tidak semata-mata dibebankan kepada ayah anak tersebut, tetapi kewajiban itu juga ditugaskan kepada ibunya. Apabila salah seorang dari orang tuanya tidak menepati kewajibannya, hal itu dapat dituntut mengenai biaya selama anak tersebut masih belum dewasa.
3.Upacara
Perkawinan
Dalam pernikahan adat Jawa dikenal juga sebuah upacara perkawinan yang sangat unik dan sakral. Banyak tahapan yang harus dilalui dalam upacara adat Jawa yang satu ini, mulai dari siraman, siraman, upacara ngerik,  midodareni, srah-srahan atau peningsetan, nyantri, upacara panggih atau  temu penganten, balangan suruh, ritual wiji dadi, ritual kacar kucur atau tampa kaya, ritual dhahar klimah atau  dhahar kembul, upacara sungkeman dan lain sebagainya.
4.Upacara KelahiranUpacara Tingkepan Upacara tingkepan (mitoni) adalah upacara adat Jawa yang dilakukan saat seorang wanita tengah hamil 7 bulan. Pada upacara ini, wanita tersebut akan dimandikan air kembang setaman diiringi panjatan doa dari sesepuh, agar kehamilannya selamat hingga proses persalinannya nanti.

Upacara tedak siten merupakan upacara adat Jawa yang digelar bagi bayi usia 8 bulan ketika mereka mulai belajar berjalan. Upacara ini dibeberapa wilayah lain juga dikenal dengan sebutan upacara turun tanah. Tujuan dari diselenggarakannya upacara ini tak lain adalah sebagai ungkapan rasa syukur orang tuanya atas kesehatan anaknya yang sudah mulai bisa menapaki alam sekitarnya.
5.Upacara adatUpacara kenduren atau slametan dilakukan secara turun temurun sebagai peringatan doa bersama yang dipimpin tetua adat atau tokoh agama. Adanya akulturasi budaya Islam dan Jawa di abad ke 16 Masehi membuat upacara ini mengalami perubahan besar, selain doa hindu/budha yang awalnya digunakan diganti ke dalam doa Islam, sesaji dan persembahan juga menjadi tidak lagi dipergunakan dalam upacara ini.

Upacara ruwatan adalah upacara adat Jawa yang dilakukan dengan tujuan untuk meruwat atau menyucikan seseorang dari segala kesialan, nasib buruk, dan memberikan keselamatan dalam menjalani hidup. Contoh upacara ruwatan misalnya yang dilakukan di dataran Tinggi Dieng. Anak-anak berambut gimbal yang dianggap sebagai keturunan buto atau raksasa harus dapat segera diruwat agar terbebas dari segala marabahaya.